Selasa, 01 Februari 2011

Kesadaran tentang pentingnya penerapan konsep bangunan hijau dalam sektor properti di Indonesia

(Liputan terhadap kegiatan Green Property Awards 2010)


Sektor bangunan secara perlahan namun konstan memiliki kontribusi terbesar dalam menyumbang emisi karbon di alam sehingga memperparah pemanasan global yang sedang berdampak makin memburuk akhir-akhir ini. Lebih dari 60% emisi gas buang yang terdiri dari senyawa CO2, SO2 dan gas metana dihasilkan dari sektor industri pembangunan termasuk di dalamnya sektor pembangunan Real Estate yang secara tidak langsung berarti membangun konsentrasi baru aktivitas manusia dalam suatu kawasan, membentuk pola baru pada lingkungan binaan yang terbangun, menumbuhkan banyak bangunan baru, meningkatkan mobilitas suatu kawasan, membuka aksesbilitas suatu kawasan, serta yang paling terlihat mata adalah kegiatan yang merubah bahkan menghabiskan lahan terbuka hijau di perkotaan menjadi sebuah hutan perkerasan. Oleh karenanya bisnis sektor properti dan real estate memiliki tanggung jawab terdepan untuk menanggulangi masalah ini.


Pembangunan rumah dan pengembangannya saat ini telah bergeser kearah tren berkelanjutan (sustainable), hal ini disadari seiring dengan bertambahnya penduduk yang berarti bertambahnya kebutuhan akan perumahan, namun ketersedian lahan yang terbatas sehingga daya dukung lingkungan menjadi minim. Di faktor lain, makin diminatinya properti yang mengusung konsep hijau dan berkelanjutan dalam pembangunannnya. Untuk menyukseskan pengembangan ini, Majalah Housing Estate bersama dengan beberapa pengamat property hijau telah menggelar beberapa kali penghargaan yang masih diperuntukkan untuk perumahan horizontal (landed residential) melalui event Green Property Awards dimana penilaian yang indenpenden dan bersifat obyektif tersebut dilakukan melalui survey lokasi dan mewawancarai pengembang perumahan yang melibatkan tim penilai di bidang arsitektur lansekap dengan asosiasi real estate Indonesia. Dua aspek utama yang menjadi dasar penilaian yaitu kelestarian lingkungan dan pengurangan pemakaian energi konvensional. Kedua aspek tersebut kemudian diterjemahkan dalam 8 (delapan) kriteria dan 4 (empat) klasifikasi.


Pertama, pengembang diharapkan sudah mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang, lingkungan hidup, bangunan gedung, pengelolaan sampah, pengelolaan SDA, dan penanggulangan bencana.


Kedua, pengembang diharapkan menyediakan sistem pengolahan yang memilah sampah organik dan anorganik sejak di lingkungan rumah sehingga mengurangi pembuangan sampah ke TPA


Ketiga, pengembang diharapkan menerapkan pengelolaan air dengan prinsip 4R (reduce, reuse, recycle dan recharge) dengan menyediakan eko drainase, sistem peresapan dan penampungan serta pengelolaan air kotor sehingga meminimalkan pelepasan air ke saluran kota.


Keempat, pengembang diharapkan menyediakan jaringan infrastruktur dan aksesbilitas berupa jalur pejalan kaki, jalur sepeda, jalur lansia, difabel dan anak-anak cacat, jaringan air bersih-kotor, utilitas dalam tanah, jaringan nirkabel, penggunaan energi alternative untuk penerangan taman.


Kelima, apakah pengembang menyediakan akses yang mudah ke moda transportasi missal dan mendorong penghuni berjalan kaki dan mengurangi penggunaan kendaraan untuk perjalanan jarak dekat dan sedang.


Keenam, pengembang diharuskan mengalokasikan ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% dari total luas lahan yang dikembangkan, serta RTH yang disediakan tidak hanya bersifat estetis namun juga ekologis, edukatif, ekonomis, energi serta evakuatif.


Ketujuh, desain yang diterapkan tidak saja inovatif, namun juga berempati dan memberikan solusi terhadap serangkaian permasalahan lingkungan yang ada, seperti pembatasan lahan terbangun, layout yang optimal, ruang yang mengalir dan fleksibel sesuai kegiatan di yang dinaungi, aplikasi teknologi multiguna, penggunaan teknologi yang memanfaatkan energi alternative, efisiensi penggunaan material tanpa mengurangi kualitas bangunan, serta desain yang tanggap terhadap lokalitas dan sumber daya regional.


Kedelapan, pengembangan disarankan ikut memberdayakan partisipasi masyarakat setempat untuk berbudaya hidup hijau serta dalam serangkaian kegiatan aktif dalam pembangunan untuk usaha pemeliharaan lingkungan, dengan dillandaskan pada peraturan setempat yang dibuat dengan kesepahaman bersama diantara pemakai bangunan.


Berdasarkan delapan kriteria dan 59 poin itu, setiap perumahan diberi penilaian atau bobot yang terbagi dalam 4 klasifikasi antara lain :

  • Platinum (paling green),
  • Emas (sangat green),
  • Perak (lebih green)
  • Perunggu (cukup green)


Walaupun sudah jelas kriterianya, namun tidak selalu dengan mudah mereka dapat melakukan penilaian dan mengukur tingkat perolehan angka, Karena disadari dengan belum adanya standar baku yang membahas mengenai "green property" untuk kawasan perumahan yang dapat dijadikan preseden. Mereka memandang lebih baik tetap berjalan dahulu dengan standart yang sekarang sambil terus memperbaiki berbagai kekurangan yang ada.


DIsinilah peran dan kontribusi penuh dari Konsil Bangunan Hijau Indonesia (GBC Indonesia) melalui perangkat penilaian GREENSHIP nya diperlukan sebagai panduan penerapan bangunan hijau termasuk sektor properti dan real estate di Indonesia yang telah dilengkapi dengan pengantar kepada proses sertifikasi dan prosedur yang harus dilakukan sehingga dapat melaksanakan fungsinya. Sistem perangkat penilaian GREENSHIP bukan merupakan penemuan baru, melainkan kumpulan dan pengelompokkan dari praktek-praktek terbaik di industri bangunan yang kemudian diidentifikasi oleh Konsil Bangunan Hijau Indonesia dengan pertimbangan didasarkan pada kondisi khas Indonesia yang spesifik. Sistem penilaian GREENSHIP dapat memberikan arahan dan standar baku yang jelas untuk dijadikan sebagai preseden sejalan dengan peraturan gubernur tentang bangunan hijau di Indonesia terhadap 8 (delapan) kriteria penilaian untuk dalam menilai sebuah properti hijau ataupun "green" real estate, sehingga berfungsi mengedukasi industri bangunan dan khalayak umum tentang aspek-aspek apa saja yang harus dipenuhi dalam konsep bangunan hijau.


(Resource of GBC Indonesia)

0 komentar:

Pengikut